Dear F: Cinta & Rahasia (Part 2)

Website Resmi HMJ KPI

Format :

Memulai Rencana

 

“Maaf sekali lagi ini dengan siapa ya?” kepalaku dipenuhi beribu tanya, sebenarnya siapa sosok orang yang mengaku sebagai masa lalu tersebut? Akan tetapi, dari suaranya aku merasa tidak asing, sebab logatnya sangat khas sekali.

 

Kini, orang tersebut malah tertawa dan membuatku semakin bingung.

“Aduh lawak sekali, hey Acha ini Safira,” ucapnya sambil dipenuhi gelak tawa.

 

“Masyaallah Safira, ihhh kamu ke mana saja? Nomormu tiba-tiba ganti pula.”

 

“Kamu juga ke mana saja hey? Di sosial media cuma jadi viewers story doang, sekarang kamu jadi orang sibuk ya,” ujar Safira dengan logat khasnya.

 

“Hahaha ya gitu deh, eh Safira sudah lama loh kita enggak saling curhat, ihhh aku kangen,” ucapku seraya melangkah masuk ke dalam rumah, kemudian duduk di sofa ruang tamu yang berwarna merah maroon metalic.

 

“Btw, aku sebenarnya sudah lama simpan nomor kamu, Cha. Cuma, aku sering lupa buat hubungi kamu,” tutur Safira dengan santai.

 

“Dari zaman putih abu juga kamu sih memang sudah bakatnya jadi pelupa hahaha.”

 

Aku melanjutkan percakapan melalui telepon dengan Safira. Kita berbincang dengan penuh canda tawa, mengingat masa putih abu yang penuh dengan kenangannya. Mengingat kembali momen penurunan bendera saat hujan, lalu momen ketika aktif di organisasi, bahkan kita mengenang kembali perjuangan-perjuangan hebat dikala menjuarai lomba tingkat nasional.

 

Saat duduk di bangku aliyah, aku dan Safira memang sangat dekat sekali bahkan sering dijuluki “kembar” oleh siswa yang lain. 3 tahun aku dengannya selalu satu kelas, satu organisasi, hingga setiap ada kegiatan apa pun pasti selalu bersama-sama, sampai-sampai perihal kisah cinta pribadi pun kita saling tahu satu sama lain.

 

Namun, ketika duduk di bangku kuliah, aku dan Safira jarang saling bercerita lagi, karena memang kita sudah beda kesibukan. Kini, Safira berada di ibu kota, sedangkan aku berada di kota kembang. Saat aku mulai kuliah, keluargaku memutuskan untuk pindah ke Bandung, hingga sekarang aku berada di sana dan memiliki bisnis pula di kota tersebut.

 

“Acha selamat ya atas kesuksesan kamu, nama kamu sekarang sering muncul di media, karya-karyamu luar biasa, bisnis pakaian muslim kamu pun sampai tembus mancanegara, salut deh sama kamu.”

 

“Apa sih Safira jangan terlalu berlebihan deh, kamu pun hebat kok, bahkan prestasimu juga the best banget.”

 

“Hmm setidaknya kita sukses membuat mantan menyesal hahaha.”

 

“Eh btw, mantan gimana kabarnya?” lanjut Safira.

 

“Mantan siapa?”

 

“Ya mantan kamu lah, mantan siapa lagi toh, dulu kan kamu sama dia viral banget di sekolah, gosipnya udah kayak seleb, huft masa kamu lupa sih Cha,” tutur Safira.

 

“Ohh dia, aku sekarang enggak tahu dia ada di mana, jadi kalau kamu tanya kabar dia ke aku ya itu tandanya kamu salah orang, paling kabar terakhir yang aku tahu dia lanjut cari ilmu lagi di pondok pesantren, selebihnya hm i don’t know, domisili kita pun ya sudah jelas berbeda.”

 

“Kalau itu sih ya aku juga tahu, kan kamu dulu sempat cerita, kirain kamu tahu kabar dia yang sekarang.”

 

“Lagi pula ngapain Saf kamu bahas-bahas masa lalu? Gak penting juga kan? Kita tuh harus lihat ke depan jangan ke belakang, yang lalu biar lah berlalu cukup dikenang dan dijadikan pelajaran saja.”

 

“Ah betul banget tuh, eh Acha btw aku sebentar lagi ada meeting nih, ngobrolnya dilanjut nanti ya, pokoknya hari ini aku senang sekali deh bisa cerita-cerita lagi bareng kamu, daahh assalamu’alaikum.”

 

“Wa’alaikumsalam Safira, oke kita lanjut nanti ya,” ujarku, kemudian panggilan berakhir.

 

Saat aku hendak menuju kamar, tiba-tiba bunda melangkah menghampiriku. Bunda mengenakan mukena berbahan katun, kemudian ia menatap ke arahku.

 

“Acha baru pulang kok enggak langsung mandi sih? Ini udah magrib loh.”

 

“Eh iya bunda, tadi ada telepon dari Safira, sobat Acha ketika dulu di aliyah,” pungkasku.

 

“Oalah, Safira, dia gimana kabarnya sekarang?”

 

“Kabarnya baik kok, sekarang dia di Jakarta, eum ngobrolnya dilanjut nanti saja ya bun, Acha mau mandi dulu sekalian sholat magrib juga.”

 

“Eh iya aduh kok bunda malah ajakin kamu ngobrol ya.”

 

“Dadah bunda,” ucapku sambil mengecup kening bunda.

 

“Aduh belum mandi kok berani cium bunda,” ujar bunda, aku lantas berlari sambil tertawa menggoda bunda.

 

Begitulah aku dan bunda, kita sangat dekat bahkan aku pun senang menggodanya dengan hal-hal kecil. Bagiku, bunda sudah menjadi segalanya, ia sangat nyaman dijadikan tempat curhat, ia merupakan pelindung yang baik bagi anak-anaknya, bunda memang sangat istimewa.

 

Kata orang, wajahku mirip sekali dengan bunda. Banyak pula yang mengira jika aku dengan bunda adalah sepasang kakak beradik. Wajar jika orang berkata seperti itu, sebab wajah bunda awet muda apalagi ia juga memiliki wajah yang chubby, persis sepertiku.

 

Aku tinggal di rumah tidak hanya bersama bunda, melainkan ada kedua adik laki-lakiku juga. Ayahku jarang berada di rumah, ia bekerja di luar kota sebagai direktur perusahaan. Dikarenakan jarak rumah dan tempat kerja ayah sangat jauh, jadi ayah memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen. Namun, setiap libur kerja, ayah selalu pulang dan biasanya ia mengajak keluarga untuk bertamasya.

 

***

 

Malam semakin larut, bulan pun menampakkan sinarnya. Aku menatap langit-langit di sudut kamarku. Suasana malam tampak sunyi, suara jangkrik pun nyaris tak terdengar sama sekali, bunda dan adik-adikku sudah tidur sejak satu jam yang lalu. Saat pandanganku tertuju pada lukisan mesjid yang dipajang di dinding kamar, seketika terlintas ide di pikiranku untuk membuat sebuah karya baru. Aku ingin menulis novel lagi, namun kali ini karyaku ingin bernuansa islami.

 

“Sepertinya tentang keseharian di pesantren cocok diangkat ke dalam novel,” desisku dalam hati.

 

“Tapi, bagaimana bisa? Aku kan enggak berpengalaman mondok, duh bingung, gimana ya?” pikirku.

 

Saat aku kebingungan berpikir tentang tema yang akan diangkat ke dalam novel terbaruku, tiba-tiba terdengar dering telepon dari ponselku. Ternyata, kali ini panggilan tersebut dari Firza.

 

“Halo, Cha maaf nih kalo ganggu waktu istirahatnya, besok kamu ada di butik kan?”

 

“Iya ada, tapi sepertinya aku ada di butiknya siang hari deh, kenapa gitu?”

 

“Begini Cha, pondok pesantren yang aku tempati semasa SMA ingin mengadakan acara, nah santri-santrinya mau dibuatkan seragam muslim, tadi barusan pihak pesantren ada yang telepon aku buat bantu cari butik pakaian muslim gitu, ya langsung deh aku rekomendasikan butik kamu, dan pihak sana langsung setuju. Jadi, besok ada yang mau survei ke butik sekalian ingin berbincang-bincang.”

 

“Ohh oke silakan, Acha bisa kok, ba’da dzuhur insyaallah Acha udah ada di butik.”

 

“Oke, Cha. Sampai ketemu besok ya, dahh.”

 

“Iya Firza, ditunggu ya,” ujarku, kemudian Firza menutup telepon.

 

Oh iya, kini aku teringat satu hal. Besok akan ada pihak pondok pesantren mengunjungi butik, kebetulan aku juga sedang memiliki rencana untuk menulis novel tentang pesantren. Bak pucuk dicinta ulam pun tiba. Ini adalah kesempatan emas bagiku untuk merealisasikan karya yang aku inginkan. Namun, kira-kira mereka bersedia atau tidak ya untuk membantuku?.

 

 

Icha Annisa

 

 

 

 

 

 

 

 

4.8 5 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Eva
Eva
2 years ago

Ditunggu lanjutannyaa min

~jo~ jodohmu
2 years ago

Jadi penasaran gimana cerita selanjutnya .. adminnya top dah kirim link nya pas malem jadi gabutku bermanfaat :v

Icha Annisa
Icha Annisa
2 years ago

Aku tunggu part selanjutnya kak

Storynila
Storynila
2 years ago

Selalu stay menunggu lanjutannya

Ariesbukan_
Ariesbukan_
2 years ago

Kenapa hanya di cerita novel si, yang selalu kebetulan. Karyanya bagus eh, Yuh d tunggu part 3 nya… Mantap.

INFORMASI TERKAIT

Serupa, namun tak sama, silahkan dibaca atau di unduh

news-photo-1

Surat untuk kekasihku 2

Surat untuk kekasihku 2 Oleh : Arief Fahrudin. W   Bidadari yang…

June 19, 2022

news-photo-1

Cinta Sesaat

Cinta Sesaat Oleh : Icha Annisa Aprilia (Divisi Jurnalistik)   Dalam keheningan…

June 5, 2022

news-photo-1

Surat Untuk Kekasihku

Surat Untuk Kekasihku Oleh : Arief Fahrudin. W   Romansah yang kucinta……

June 5, 2022